Palembang, Detiksumsel.com -- Hari raya nyepi tahun baru saka 1945 diperingati oleh umat Hindu di seluruh nusantara tak terkecuali warga yang tinggal di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
Pada momen hari yang penuh makna ini, Detiksumsel mengajak untuk mengenal lebih dekat Pura Agung Sriwijaya sebagai salah satu tempat suci dan tempat upacara keagamaan.
Pura Agung Sriwijaya berlokasi di Kelurahan 8 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II (Kenten), Palembang, Sumatera Selatan.
Bangunan megah ini menempati tanah seluas 3000 m2 (60 m x 50 m), dengan luas bangunan 2475 m2 (45 m X 55 m.
Areal tanah pura dibagi menjadi tiga halaman yang meliputi Utama Mandala yang merupakan halaman terdalam, Madya Mandala yaitu halaman yang kedudukannya di tengah-tengah, dan Kaniska Mandala, merupakan halaman yang terluar atau terdepan.
"Antara satu Mandala dengan Mandala yang lain dibatasi oleh tembok Panyengker atau tembok pembatas," kata Dr. IGB Surya Negara, Selasa (22/3/2023).
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Sumsel ini mengatakan di setiap Mandala terdapat beberapa bagian bangunaan dengan bentuk dan ukuran serta fungsinya masing-masing. Dari segi arah mata angin, lokasi Pura Agung Sriwijaya menunjukkan arah Timur-Barat. Artinya,hulu pura berada di arah Tumur dan teben pura mengarah di Barat.
Tanah lokasi pura merupakan bantuaan hibah Kodam II/Sriwijaya dengan status Hak Guna Pakai.
Berbeda hal dengan fugsi Pura di luar Bali, selain untuk melakukan persembahyangan umat, pura Agung Sriwijaya juga dimanfaakan untuk kegiatan social keumatan lainya seperti rapat- rapat warga dan pendidikan agama Hindu nonformal bagi anak atau murid Hindu Kota Palembang dan sekitarnya yang karena ketentuan berlaku tidak bisa ditempatkan guru Hindu pada sekolah yang bersangkutan.
"Bahkan sejak tahun 1986 Pura Agung Sriwijaya juga digunakan sebagai pelaksanaan kegiatan Dharma Shanti Nyepi yang pelaksanaannya bertempat di Madya Mandala Pura pada setiap hari Purnama Kadasa (Kesepuluh)," ujarnya.
Proses Pembangan Pura
Pura Agung Sriwijaya dibangun secara bertahap dan secara gotong royong diantara para umat maupun pemerintah. Hal itu menurut Surya dapat dimaklumi Mengingat keterbatasan akan kemampuan umat yang jumlahnya relative sangat sedikit.
Pembangunan pura dimulai sejak tahun 1980 atau satu tahun setelah penghibahan tanah tersebut.
Di samping dilaksanakan pembangunan baru, juga renovasi bangunan pura yang mengalami kelapukan termakan usia. Karena pelaksanaan pembangunan secara bertahap, maka panitianya pun berbeda-beda menurut tahun pembangunannya.
IGB Surya Negara mencatat sebagai Ketau Panitia Pembangunan Pura, diantaranya I Nyoman Suwanda, S.H, Drs. Putera Astaman, dr. I G.K. Marutha, Drs. Untung Yoga, I Nyoman Loka Aryasa, I Ketut Surna, S.H.,M.H. Made Suasta, A.Pi.,M,M.