Tari Gending Sriwijaya Bolehkah Ditarikan Sembarangan

- Senin, 28 November 2022 | 18:29 WIB
Kontroversi tarian gending sriwijaya di mata seniman, budayawan, dan akademisi. Irmansyah Ali, Vebri Allintani, Anwar Putra Bayu, dan Dr Hj Izzah Zen Syukri.
Kontroversi tarian gending sriwijaya di mata seniman, budayawan, dan akademisi. Irmansyah Ali, Vebri Allintani, Anwar Putra Bayu, dan Dr Hj Izzah Zen Syukri.

Palembang, Detiksumsel.com -- Tari Gending Sriwijaya, merupakan khasanah seni dan budaya Sumsel. Menggambarkan kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Biasanya digunakan untuk menyambut tamu utama, sesuai Instruksi Gubernur. Sayangnya, instruksi tersebut tak ditemukan bentuk fisiknya. Lalu, apakah itu menjadi alasan bahwa tari gending sriwijaya boleh ditarikan sembarangan? Beberapa hari terakhir, di sebuah even yang digelar oleh Himpunan Sarjana Kesusateraan Indonesia (HISKI) Sumsel, pegelaran Dulmuluk, ditarikanlah Tari Gending Sriwijaya, tak sesuai pakem, baik jumlah maupun lagunya. Termasuk, kalau tarian tersebut juga digelar di pesta-pesta perkawinan. Inilah yang kemudian menjadi polemik, beberapa seniman dan budayawan menilai bahwa hal tersebut selayaknya tidak terjadi. Mengupas masalah ini, Detiksumsel.com melalui Woles (Wawancara dan Obrolan Seputar Sumsel) menghadirkan tiga narasumber, yakni Dr Hj Izzah Zen Syukri, M.Pd (akademisi), Vebri Allintani (budayawan, mantan Ketua DKP), Imansyah dari Komunitas Seniman Tari Kota (Kasta) Palembang, dan Anwar Putra Bayu (seniman). Dalam podcast yang dipandu Host: Muhamad Nasir, Anwar Putra Bayu mengemukakan bahwa perlu dipertanyakan juga sikap sakral berlebihan terhadap tarian yang mungkin, juga tidak termasuk tarian yang memang harus ditarikan dengan ritual tertentu. "Kecuali kalau memang tarian itu ada unsur-unsur ritual yang menuntut untuk dilaksanakan," ujarnya. Sementara, Hj Izzah Syukri, berusaha menghormati seni dan budaya yang ada. "Kalau memang kita menjaga marwah karya seni dan budaya, tentu tidak salah kalau berusaha menjaga marwahnya agar tetap terjaga," ujar Dosen FKIUP Unsri ini. Imansyah menyebut bahwa selama ini, sudah menyampaikan kepada para pemilik sanggar tari agar tidak menarikan Gending Sriwijaya di acara-acara perkawinan apalagi kalau bukan untuk sambutan tamu utama. Vebri Allintani menyebut bahwa, ada aturan terkait tari gending Sriwijaya. Terkait, jumlah, musik, dan tamu yang disambut. "Memang, setelah dtelusuri, info tentang itu yang bersumber dari instruksi gubernur, tidak ditemukan," ujarnya. Solusi, yang ditawarkan adalah, bagaimana membuat kesepakatan di antara seniman tari dan pihak-pihak terkait lainnya tentang mekanisme menarikan Gending Sriwijaya ini. "Atau mengusulkan lahirnya instruksi gubernur terkait tarian gending sriwijaya, yang merupakan seni budaya khas Sumsel," ujarnya. Bagaimana lengkapnya pembahasan yang cukup kontroversi ini, bisa disaksikan di Channel youtube: Detik Sumsel. Gending Sriwijaya Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian tradisional dari Palembang, Sumatera Selatan. Tari tradisional ini digunakan untuk menyambut tamu para raja yang tak hanya indah namun penuh dengan makna. Bernuansa Mistis Budaya penyambutan tamu besar dengan tarian ini ternyata sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Sejarah Tari Gending Sriwijaya Melansir laman resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id, sejarah Tari Gending Sriwijaya muncul dari permintaan pemerintah Jepang agar Hodohan (Jawatan Penerangan Jepang) menciptakan tari dan lagu untuk menyambut tamu secara resmi. Tarian ini digagas dari tahun 1942 hingga 1943 dan sempat terkendala akibat kondisi politik di tanah air. Baru pada bulan Oktober 1943 ditindaklanjuti ketika O.M. Shida menunjuk Nungtjik A.R. yang merupakan Wakil Kepala Hodohan pengganti M.J. Su’ud. Penari Nungtjik A.R. yang dikenal sebagai seorang sastrawan dan wartawan kemudian mengajak Achmad Dahlan Mahibat, seorang komponis putra Palembang asli yang pandai bermain biola dari kelompok seni (toneel) Bangsawan Bintang Berlian untuk bersama-sama membuat lagu terlebih dulu. Setelah lagu selesai, kemudian dibuatlah syair lagunya oleh A. Dahlan Mahibat dan disempurnakan Nungtjik A.R. Setelah lagu dan syairnya tercipta, kemudian dibuatlah gerak tari dan properti serta busananya. Miss Tina haji Gung memilih properti dibantu oleh Sukaenah A. Rozak seorang ahli tari. Sementara pengarah gerak dikerjakan budayawan RM Akib dan R Husin Natoradjo. Latihan berlangsung di gedung Bioskop Saga hingga pada bulan Mei 1945 tari ini dipertunjukkan di hadapan Kolonel Matsubara, Kepala Pemerintahan Umum Jepang. Para penari uji adalah para nyonya pejabat dibantu oleh anggota grup Bangsawan Bintang Berlian. Hingga akhirnya Tari Gending Sriwijaya dipertunjukkan secara resmi pada 2 Agustus 1945. Tarian digunakan untuk menyambut pejabat-pejabat Jepang dari Bukit Tinggi yang bernama Moh.Syafei dan Djamaludin Adi Negoro di halaman Masjid Agung Palembang. Dalam pagelaran tari tersebut, “Tepak” yang berisi kapur, sirih, pinang dan ramuan lainya dipersembahkan sebagai ungkapan rasa bahagia.

Sejak saat itulah Gending Sriwijaya dikenal sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu resmi pemerintahan yang berkunjung ke Sumatera Selatan. Jumlah Penari dan Properti Tari Gending Sriwijaya, jumlah penari Gending Sriwijaya ada sembilan orang yang diiringi dengan dua pengiring yang membawa payung dan tombak. Properti yang dibawa penari Gending Sriwijaya adalah busana adat aesan gede, selendang mantri, paksangkong, dodot dan tanggai.

Makna Tari Gending Sriwijaya Tarian ini merupakan tari penyambutan tamu yang tak hanya dibuat untuk menghibur penontonnya. Tarian ini melukiskan rasa gembira gadis-gadis Palembang saat menyambut para tamu agung. Selain itu tepak yang berisi kapur, sirih, pinang dan ramuan lainnya dipersembahkan kepada tamu sebagai ungkapan rasa bahagia. Tarian ini terasa begitu indah dengan alunan syair dan permainan gamelan dari lagu Gending Sriwijaya. (mn/**)  

Editor: M Nasir

Tags

Terkini

PGN Grup Serap Pasokan LNG IDD Bangka dari WK Rapak

Minggu, 24 September 2023 | 20:12 WIB
X