Hal itu terindikasi, antara lain dari masih adanya nuansa perbedaan pandangan antara negara-negara G7, seperti Amerika Serikat, yang menyerukan adanya pengendalian dengan target tertentu terkait investasi ke China.
Namun, sejumlah negara lain, seperti Jerman, Prancis, dan Jepang, menginginkan langkah yang lebih hati-hati, mengingat dampak potensi yang dapat terjadi kepada kondisi perekonomian negara mereka sendiri.
Perbedaan itu mulai terlihat mencolok, antara lain seusai Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan lawatan dan bertemu Presiden China Xi Jinping pada April lalu.
Baca Juga: Kabupaten PALI Berhasil Juara 3 STQH XXVII 2023 Dengan Raih 4 Emas dan 2 Perunggu
Macron, seusai kunjungan ke Beijing tersebut menyatakan pentingnya bagi Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan dengan Amerika Serikat.
Untuk itulah, hasil pernyataan yang dihasilkan oleh G7 juga lebih menonjolkan rasa pragmatisme, di mana setiap negara akan melakukannya sesuai kepentingan nasional mereka sendiri.
Seorang pejabat pemerintahan Jepang, yang berbicara secara anonim kepada Reuters, menyatakan bahwa terdapat sejumlah perbedaan di antara negara-negara G7 dalam sejumlah isu, seperti larangan investasi AS kepada China.
- Tantangan terbesar
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Raya Rishi Sunak mengingatkan bahwa China merupakan tantangan terbesar dunia dalam hal keamanan dan kemakmuran.
Baca Juga: Terkait Beredarnya Video Syur Yang Diduga Mirip Rabecca Klopper, Begini Tanggapan Haji Faisal
Sunak mengingatkan bahwa negara ekonomi maju lainnya tidak boleh berusaha sepenuhnya memutus hubungan dengan China.
"China menimbulkan tantangan terbesar di zaman kita dalam hal keamanan dan kemakmuran global. Mereka semakin otoriter di dalam negeri dan tegas di luar negeri," kata Sunak.
Untuk itu, Inggris dan negara G7 lainnya akan mengupayakan pendekatan bersama untuk mengurangi tantangan yang ditimbulkan China, karena semua ini adalah tentang menghilangkan risiko, bukan memutuskan hubungan.
Sedangkan pada Senin (22/5), juru bicara pemerintahan Jerman menyatakan bahwa reaksi pemerintah China terkait dengan hasil KTT G7 bahwa bahasa yang digunakan dalam pernyataan hasil G7 itu tidaklah terlalu lembek bagi China.
Dalam konferensi pers rutin di Berlin, juru bicara itu menyatakan bahwa Kanselir Olaf Scholz memuji pilihan kata hasil komunike G7 karena hal tersebut menunjukkan adanya nuansa.