Palembang, Detik Sumsel- Praktek politik uang di kota Palembang pada Pilkada 2018 cukup tinggi dan signifikan mempengaruhi perolehan suara. Hal ini menunjukkan bahwa UU nomor 10 tahun 2016 tidak efektif dalam mencegah politik uang.
Demikian kesimpulan Hernoe Roesprijadji SIP MH saat mempertahankan tesis berjudul "Efektifitas UU No. 10/16 Tentang Pilkada dalam mencegah praktek politik uang" dihadapan sidang munaqosah prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang, Selasa (14/1).
"UU No.10/16 tahun 2016 tidak efektif dalam mencegah politik uang," kata Hernoe meyakinkan majelis sidang yang diketuai Dr Marsaid MA, Dr Sutrisno Hadi (Sekretaris) dan Dr KA Bukhori MH, Dr Ulya Kencana (Penguji)
Dalam penelitian menggunakan pendekatan yuridis empiris dengan mensurvey 400 responden ini, Hernoe menjelaskan sebanyak 35,8 persen warga Palembang tahu bahwa lingkungannya ditawari politik uang dan 90,3 persen diantaranya menerima.
"Temuan penelitian 23 persen pemilih menerima politik uang kemudian memilih kandidat yang memberi," paparnya.
Ia menjelaskan untuk menguji efektifitas dalam penelitian ini ia menggunakan teori efektifitas Soerjono Soekanto yang menyebutkan lima faktor mempengaruhi, yakni hukum (substansi hukum), penegak hukum, sarana dan fasilitas, masyarakat dan kebudayaan.
"Meskipun secara substansi UU sangat progresif mencegah politik uang karena menjegal pemberi dan penerima tapi masih mendapatkan celah karena tidak tersosialisai dengan maksimal sehingga berdampak pada efektifitas pencegahan," tambahnya.
Terakhir, Hernoe menyarankan agar memperkecil celah politik uang dengan tidak memaklumi pemberian cinderamata dengan mengubah penjelasan pasal 73 ayat (1) yang digunakan calon/tim sebagai uang penghanti transport.
"Karena idealnya Pilkada ini terbebas dari politik uang sebagaimana tujuan dari demokrasi dan hadirnya UU Pilkada," pungkasnya. (Red)